Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Penetapan Pembidangan Ilmu dan Gelar Akademik di Lingkungan Perguruan Tinggi Agama, yang ditetapkan tanggal 19 November 2009 di Jakarta, maka gelar akademik yang akan saya peroleh nanti bukan lagi S.E.I (Sarjana Ekonomi Islam), akan tetapi S.E.Sy (Sarjana Ekonomi Syariah).
Antara bangga dan khawatir. Bangga karena gelar S.E.Sy ini bisa mencerminkan sebuah lompatan baru di dunia pendidikan, bahwa agama Islam tidak hanya mengajarkan tentang ilmu-ilmu akhirat saja tapi Islam juga mampu mensinergikan antara ilmu dunia dan ilmu agama. Hal yang dianggap tabu bagi orang-orang sekularis.
Tapi, di hati ini muncul sedikit ke khawatiran. Bukan hanya bingung apakah gelar ini akan marketable, karena belum begitu banyak orang maupun perusahaan yang tahu akan gelar ini. Untuk gelar yang sebelumnya saja pernah ada satu kasus, bahwa seorang alumni yang telah bergelar S.E.I nekad menghilangkan huruf "I"nya hanya karena takut gelarnya tidak dikenal pasar. Alasannya sederhana, bahwa gelar ini dikeluarkan oleh Departemen Agama bukan Departemen Pendidikan Nasional. Lantas apa jadinya dengan yang gelar S.E.Sy ini nanti?
Okelah, hal itu tidak perlu diperlebar lagi. Saya pun tidak takut untuk menyandang gelar ini nanti, karena saya percaya bahwa kemampuan seseorang tidak hanya dilihat dari gelarnya saja. tapi dia juga harus memiliki daya saing yang kompetitif (competitive advantages). Nah, justru dengan gelar yang terbilang eksklusif ini saya justru telah memiliki daya saing komparatif (comparative advantages). Tinggal bagaimana kedepannya saya mengoptimalkan potensi lain yang ada pada diri ini.
Antara bangga dan khawatir. Bangga karena gelar S.E.Sy ini bisa mencerminkan sebuah lompatan baru di dunia pendidikan, bahwa agama Islam tidak hanya mengajarkan tentang ilmu-ilmu akhirat saja tapi Islam juga mampu mensinergikan antara ilmu dunia dan ilmu agama. Hal yang dianggap tabu bagi orang-orang sekularis.
Tapi, di hati ini muncul sedikit ke khawatiran. Bukan hanya bingung apakah gelar ini akan marketable, karena belum begitu banyak orang maupun perusahaan yang tahu akan gelar ini. Untuk gelar yang sebelumnya saja pernah ada satu kasus, bahwa seorang alumni yang telah bergelar S.E.I nekad menghilangkan huruf "I"nya hanya karena takut gelarnya tidak dikenal pasar. Alasannya sederhana, bahwa gelar ini dikeluarkan oleh Departemen Agama bukan Departemen Pendidikan Nasional. Lantas apa jadinya dengan yang gelar S.E.Sy ini nanti?
Okelah, hal itu tidak perlu diperlebar lagi. Saya pun tidak takut untuk menyandang gelar ini nanti, karena saya percaya bahwa kemampuan seseorang tidak hanya dilihat dari gelarnya saja. tapi dia juga harus memiliki daya saing yang kompetitif (competitive advantages). Nah, justru dengan gelar yang terbilang eksklusif ini saya justru telah memiliki daya saing komparatif (comparative advantages). Tinggal bagaimana kedepannya saya mengoptimalkan potensi lain yang ada pada diri ini.
No comments:
Post a Comment