Thursday, January 7, 2010

Menentukan Nilai dari Barang Agunan/Jaminan

“Bagaimana cara bank menentukan besarnya nilai dari suatu barang agunan/jaminan sebab setiap mengajukan barang agunan atau jaminan selalu di bawah harga pasaran? Dan, apakah ada bank yang memberikan pinjaman tanpa agunan?”.

—————

Pada dasarnya jaminan bukan menjadi tujuan bank. Yang menjadi tujuan bank adalah pemberian pembiayaan usaha. Jadi pembiayaan usaha itulah nomor satu yang dilakukan bank. Sementara, jaminan atau agunan hanyalah salah satu cara bank untuk menjamin apakah peminjam itu akan melaksanakan kewajibannya dengan baik. Jaminan dianggap sebagai jalan keluar kedua atau jalan keluar terakhir pada saat nasabah tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik, jaminan itulah yang dicairkan untuk melunasi kewajibannya. Oleh karena itu, bank memberikan cara khusus untuk menilai suatu jaminan.

Ada beberapa hal yang mendasari bank dalam memberikan nilai jaminan.

1). Untuk usaha yang dijamin dengan menggunakan uang tunai yang nilainya seratus persen. Jadi, kalau misalnya Anda meminjam uang dengan jaminan sebesar Rp 100 juta maka nilainya dihitung sama Rp 100 juta.

2). Untuk usaha yang memiliki jaminan tanah maka ada beberapa ketentuan karena untuk jaminan tanah ini ada beberapa hak antara lain tanah milik, tanah hak guna bangunan, dan tanah hak sewa. Untuk tanah hak milik, bank memberikan nilai antara 70% hingga 80%. Untuk tanah hak guna bangunan nilainya antara 60% sampai 70%, jaminan hak sewa itu tergantung banknya tetapi biasanya sekitar 50%. Kebanyakan persentase untuk bank ini menggunakan nilai PBB (pajak bumi dan bangunan) yang biasanya nilainya setengah dari harga pasar dan nilai likuidasi yaitu nilai saat menjual barang jaminan (untuk nilai ini biasanya sudah diperhitungkan biaya lelang, biaya notaris). Sebaliknya, bank jarang menggunakan nilai pasar (atau nilai jual sekarang)

3). Jaminan persediaan baik persediaan barang maupun persediaan piutang. Dalam jaminan persediaan ini dikenal adanya resi gudang. Akibat resi gudang ini, nilai persediaan barang bisa naik nilainya antara 50% hingga 60%, tapi kalau tanpa resi gudang, maka jaminan persediaan barang tidak ada nilainya atau jika ada maka nilainya sangat rendah. Hal ini disebabkan karena jaminan ini tidak bisa dipegang.

Jadi, sekali lagi bahwa penilaian bank atas barang jaminan bersifat sangat konservatif dalam arti benar-benar menjamin kepentingan bank karena diharapkan nilai jaminan itu saat dieksekusi harganya akan sama dengan yang diperkirakan oleh bank. Nah, perkiraan bank itu berdasarkan pengalaman pada saat bank mengeksekusi atau pada saat menjual barang jaminan. Hal ini didasari, karena menjual jaminan pada saat kolaps harganya akan jauh dibandingkan menjual pada saat usaha sedang berkembang. Oleh karena itu, bank mengambil nilai pada saat perusahaan macet. Karena pada prinsipnya, bank memang bukan membayar barang jaminan tetapi membiayai usaha. Sementara jaminan merupakan tujuan akhir bank karena tujuan akhir maka jaminan dinilai rendah yaitu nilai pada saat dia kolaps dan dijual. Dan jaminan ini akan dijual oleh bank jika bank menilai bahwa usaha yang dibiayai ini sudah macet.

Nah, untuk bank yang memberikan pembiayaan tanpa agunan atau jaminan biasanya berdasarkan syarat tertentu. Misalnya, gaji harus melalui bank yang bersangkutan karena pinjaman tanpa agunan biasanya untuk orang-orang yang memiliki pendapatan tetap. Dalam hal ini berarti antara bank dan tempat calon nasabah harus ada kerjasamanya. Untuk UKM biasanya harus ada jaminan tertenu. Oleh karena itu untuk mendapatkan pinjaman tanpa agunan harus melalui lembaga lain misalnya lembaga UKM universitas jadi kalau mau harus menjadi anggota lembaga keuangan di universitas. Saat ini, pemeritah sedang membangun lembaga keuangan yaitu lembaga keuangan Mikro. Ini mungkin menjadi rekomendasi logis bagi Anda jika ingin melkukan pinjaman tanpa ada jamianan.

sumber : arsipbisnis.wordpress.com

No comments:

Powered By Blogger