Islam lahir karena kehendak Allah SWT untuk manusia agar mereka mendapat jalan yang lurus menuju kebahagiaan hidup yang sejati. Jalan (syariat) itu dibuat Allah sedemikian rupa sehingga manusia merasa mudah untuk mengamalkannya.
Akan tetapi seiring dengan perkembangan manusia dan aliran pemikirannya, lahirlah pemahaman dan penggambaran Islam secara beragam, dan tak jarang saling bertentangan. Jalan-jalan yang ditempuh oleh banyak tokoh dalam memahami Islam, terutama dalam masalah ritual (fiqh) dinisbatkan oleh para pengikutnya sebagai mazhab (jalan) yang dijadikan pedoaman beribadah, padahal sang tokoh sendiri tak pernah menamakan dirinya mazhab tertentu, melainkan mereka berpegang teguh dengan sumber asli ajaran Islam yaitu Al Qur’an dan Hadits.
A. Latar belakang timbulnya mazhab
Pada masa tabi'-tabi'in yang dimulai pada abad ke-2 H, kedudukan ijtihad sebagai istinbath hukum semakin meluas, sesudah masa itu muncullah mazhab-mazhab dalam bidang hukum Islam dimana hal itu menunjukkan betapa majunya perkembangan dalam bidang tersebut pada waktu itu. Hal ini terutama disebabkan oleh tiga factor yang sangat menentukan bagi perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rasulullah yaitu:
Pada masa ini para mujtahid lebih menyempurnakan lagi karya ijtihadnya antara lain dengan cara meletakkan dasar dan prinsip-prinsip pokok dalam berijtihad yang kemudian disebut “ushul”. Langkah dan metode yang mereka tempuh dalam berijtihad melahirkan kaidah-kaidah umum yang dijadikan pedoman oleh generasi berkutnya dalam mengembangkan pendapat pendahulunya. Dengan cara ini, setiap mujtahid dapat menyusun pendapatnya secara sistematis, terinci, dan operasional yag kemudian disebut “fiqh”. Mujtahid yang mengembangkan rumusan ilmu ushul dan metode tersendiri disebut “mujtahid mandiri”.
Dalam berijtihad, mereka langsung merujuk pada dalil syara’ dan menghasilkan temuan orisinil. Karena antar para mujtahid itu dalam berijtihad menggunakan ilmu ushul dan metode yang berbeda, maka hasil yang mereka capai juga tidak terlalu sama. Jalan yang ditempuh seorang mujtahid dengan menggunakan ilmu ushul dan metode tertentu untuk menghasilkan suatau pendapat tentang hukum, kemudian disebut ‘mazhab’ dan tokoh mujtahidnya dinamai ‘imam mazhab’.
Pendapat tentang hukum hasil temuan imam mazhab itu disampaikan kepada umat dalam bentuk fatwa untuk dipelajari, diikuti, dan diamalkan oleh orang-orang yang kemudian menjadi murid dan pengikutnya secara tetap. Selanjutnya para murid dan pengikut imam itu menyebarluaskan mazhab imamnya sehingga mazhabnya berkembang dan bertahan dalam kurun waktu yang lama bahkan sampai sekarang dan mewarnai umat Islam di seluruh belahan bumi.
Metode dan hasil ijtihad para imam mazhab itu dikembangkan oleh para muridnya. Kalau para imam mazhab disebut mujtahid mandiri, menghasilkan temuan dibidang hukum orisinil dan baru, maka ijtihad pada masa berikutnya (masa murid imam mazhab) kebanyakan hanya menyempurnakan hasil temuan imam mazhab terdahulu. Kegiatan ijtihadnya lebih banyak berbentuk ‘takhrij’ dan ‘tafri’.
Pengertian takhrij disini ialah menetapkan hukum atas suatu kejadian dengan cara menghubungkannya kepada hukum yang telah ditetapkan oleh imam mazha karena antara dua kejadian itu ada kesamaan. Hasil temuan murid imam mazhab ini disandarkan kepada temuan imam mazhab. Dengan cara takhrij tersebut, pendapat imam mazhab yang tadinya sederhana semakin diperluas dan dikembangkan oleh para murid dan pengikutnya.
Adapun yang dimaksud dengan tafri’ adalah mengembangkan dan menguraikan pendaat imam mazhab menjadi lebih jelas dan rinci. Meskipun pada mulanya imam mazhab mengungkapkan pendapatnya dalam bentuk dasar pemikiran dan bersifat umum, tetapi kemudian berkembang di tangan murid dan pengikutnya.
Usaha para murid dan pengikut imam mazhab tersebut dala menghadapi masalah hukum adalah sebagaimana yang dilakukan para imam mazhab yang diikutinya, yaitu dengan menggunakan kemampuan daya nalar. Karena itu usaha mereka juga disebut ijtihad. Bedanya dengan ijtihad para imam mazhab adalah jika ijtihad imam mazhab menggunakan ilmu ushul dan metode hasil temuannya sendiri, sedangkan ijtihad para murid dan pengikut imam mazhab tidak menggunakan ilmu ushul dan metode hasil temuannya sendiri, tetapi mengikuti ilmu ushul dan metode yang dirancang oleh imam mazhab.
Para mujtahid mazhab ini dalam usaha menggali dan merumuskan hukum suatu masalah yang dihadapi di samping merujuk kepada dalil syara’, juga selalu memperhatikan situasi dan kondisi di tempat mujahid itu berada sehingga semua hukum hasil ijtihadnya itu dapat diikuti dan diamalkan oleh para pengikutnya sesuai dengan waktu dan tempat berlakunya.
Hasil ijtihad para imam mazhab itu setelah melalui penyempurnan di tangan murid-muridnya, disusun secara sitematis sehingga mengasilkan kitab-kitab fiqh mazhab. Ketentuan hukum dalam kitab-kitab fiqh itulah yang diikuti para pengikutnya sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari dan jadi rujukan para hakim dalam menyelesaikan perkara. Kitabkitab fiqh peninggalan imam mazhab ini merupakan salah satu faktor utama bagi kelangsungan dan perkembangan pemikiran mazhab tersebut hingga sekarang.
Ringkasnya, pebedaan pendapat atau timbulnya mazhab itu telah ada dimasa sahabat, terus berkembang hingga masa tabi’in, kemudian meluas sesuai dengan makin berlipat gandanya “Peristiwa Baru” yang bermunculan. Mereka telah berhasil memberikan beragam jawaban terhadap masalah-masalah baru tersebut, malah ulama-ulama masa lampau itu telah melewati peristiwa-peristiwa yang terjadi, sehingga mereka telah sukses dalam menciptakan rumusan fiqh andaian.
B.Manfaat melakukan perbandingan mazhab
Menurut Prof. Dr. Huzemah Tahido Yanggo, MA terdapat beberapa manfaat dalam mempelajari perbandingan mazhab, antara lain:
C.Dampak Terhadap Perkembangan Fiqh
Dengan tersebar luasnya seluruh mazhab seiring dengan kejayaan Islam di dunia, berarti tersebar pula syariat Islam ke pelosok negri yang dapat mempermudah umat Islam untuk melaksanakannya.
Setelah munculnya mazhab-mazhab dalam hukum Islam dan hasil ijtihad para imam mazhab yang telah banyak dibukukan, ulama sesudahnya lebih cenderung untuk mencari dan menetapkan produk-produk ijtihadiyah para mujtahid sebelumnya, meskipun mungkin sebagian dari hasil ijtihad mereka sudah kurang ataupun tidak sesuai lagi dengan kondisi yang dihadapi sekarang. Lebih dari itu, sikap toleransi bermazhab pun semakin menipis dikalangan sesama pengikut-pengikut mazhab fiqh yang ada, bahkan sering sekali timbul persaingan dan permusuhan sebagai akibat dari fanatisme mazhab yang berlebihan. Kemudian berkembang pandangan bahwa mujtahid hanya boleh melakukan penafsiran kembali terhadap hukum-hukum fiqh dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh imam-imam mazhab yang dianutnya. Hal ini mengakibatkan kemunduran fiqh Islam.
Kemunduran fiqh Islam yang berlangsung sejak pertengahan abad ke-4 sampai akhir abad ke-13 H yang dikenal dengan “Periode Taqlid” dan “Penutupan Pintu Ijtihad”. Disebut demikian karena sikap dan paham yang mengikuti pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap sebagai tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat.
Pada akhir abad ke-13 H baru mulai timbul pemikiran baru seperti Rasyid Ridha dan Muh. Abduh yang menyerukan kepada kebebasan berfikir.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, MA. Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: Logos, 2003, cet. III
Dr. H. Muslim Ibrahim, MA. Pengantar Fiqh Muqaaran, Jakarta : Erlangga, 1991, cet. II
Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh Jilid II. Jakarta: Logos, 2005, cet III
Akan tetapi seiring dengan perkembangan manusia dan aliran pemikirannya, lahirlah pemahaman dan penggambaran Islam secara beragam, dan tak jarang saling bertentangan. Jalan-jalan yang ditempuh oleh banyak tokoh dalam memahami Islam, terutama dalam masalah ritual (fiqh) dinisbatkan oleh para pengikutnya sebagai mazhab (jalan) yang dijadikan pedoaman beribadah, padahal sang tokoh sendiri tak pernah menamakan dirinya mazhab tertentu, melainkan mereka berpegang teguh dengan sumber asli ajaran Islam yaitu Al Qur’an dan Hadits.
A. Latar belakang timbulnya mazhab
Pada masa tabi'-tabi'in yang dimulai pada abad ke-2 H, kedudukan ijtihad sebagai istinbath hukum semakin meluas, sesudah masa itu muncullah mazhab-mazhab dalam bidang hukum Islam dimana hal itu menunjukkan betapa majunya perkembangan dalam bidang tersebut pada waktu itu. Hal ini terutama disebabkan oleh tiga factor yang sangat menentukan bagi perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rasulullah yaitu:
- Meluasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Irak, Mesir, Syam, Persia, dll.
- Pergaulan bangsa Muslimin dengan bangsa yang ditaklukkannya, mereka berbaur dengan budaya, adat-istiadat, serta tradisi bangsa tersebut.
- Akibat jauhnya Negara-negara yang ditaklukkan dari pemerintahan Islam, membuat para Gubernur, Qadi, dan para Ulama harus melakukan ijtihad guna memberikan jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi.
Pada masa ini para mujtahid lebih menyempurnakan lagi karya ijtihadnya antara lain dengan cara meletakkan dasar dan prinsip-prinsip pokok dalam berijtihad yang kemudian disebut “ushul”. Langkah dan metode yang mereka tempuh dalam berijtihad melahirkan kaidah-kaidah umum yang dijadikan pedoman oleh generasi berkutnya dalam mengembangkan pendapat pendahulunya. Dengan cara ini, setiap mujtahid dapat menyusun pendapatnya secara sistematis, terinci, dan operasional yag kemudian disebut “fiqh”. Mujtahid yang mengembangkan rumusan ilmu ushul dan metode tersendiri disebut “mujtahid mandiri”.
Dalam berijtihad, mereka langsung merujuk pada dalil syara’ dan menghasilkan temuan orisinil. Karena antar para mujtahid itu dalam berijtihad menggunakan ilmu ushul dan metode yang berbeda, maka hasil yang mereka capai juga tidak terlalu sama. Jalan yang ditempuh seorang mujtahid dengan menggunakan ilmu ushul dan metode tertentu untuk menghasilkan suatau pendapat tentang hukum, kemudian disebut ‘mazhab’ dan tokoh mujtahidnya dinamai ‘imam mazhab’.
Pendapat tentang hukum hasil temuan imam mazhab itu disampaikan kepada umat dalam bentuk fatwa untuk dipelajari, diikuti, dan diamalkan oleh orang-orang yang kemudian menjadi murid dan pengikutnya secara tetap. Selanjutnya para murid dan pengikut imam itu menyebarluaskan mazhab imamnya sehingga mazhabnya berkembang dan bertahan dalam kurun waktu yang lama bahkan sampai sekarang dan mewarnai umat Islam di seluruh belahan bumi.
Metode dan hasil ijtihad para imam mazhab itu dikembangkan oleh para muridnya. Kalau para imam mazhab disebut mujtahid mandiri, menghasilkan temuan dibidang hukum orisinil dan baru, maka ijtihad pada masa berikutnya (masa murid imam mazhab) kebanyakan hanya menyempurnakan hasil temuan imam mazhab terdahulu. Kegiatan ijtihadnya lebih banyak berbentuk ‘takhrij’ dan ‘tafri’.
Pengertian takhrij disini ialah menetapkan hukum atas suatu kejadian dengan cara menghubungkannya kepada hukum yang telah ditetapkan oleh imam mazha karena antara dua kejadian itu ada kesamaan. Hasil temuan murid imam mazhab ini disandarkan kepada temuan imam mazhab. Dengan cara takhrij tersebut, pendapat imam mazhab yang tadinya sederhana semakin diperluas dan dikembangkan oleh para murid dan pengikutnya.
Adapun yang dimaksud dengan tafri’ adalah mengembangkan dan menguraikan pendaat imam mazhab menjadi lebih jelas dan rinci. Meskipun pada mulanya imam mazhab mengungkapkan pendapatnya dalam bentuk dasar pemikiran dan bersifat umum, tetapi kemudian berkembang di tangan murid dan pengikutnya.
Usaha para murid dan pengikut imam mazhab tersebut dala menghadapi masalah hukum adalah sebagaimana yang dilakukan para imam mazhab yang diikutinya, yaitu dengan menggunakan kemampuan daya nalar. Karena itu usaha mereka juga disebut ijtihad. Bedanya dengan ijtihad para imam mazhab adalah jika ijtihad imam mazhab menggunakan ilmu ushul dan metode hasil temuannya sendiri, sedangkan ijtihad para murid dan pengikut imam mazhab tidak menggunakan ilmu ushul dan metode hasil temuannya sendiri, tetapi mengikuti ilmu ushul dan metode yang dirancang oleh imam mazhab.
Para mujtahid mazhab ini dalam usaha menggali dan merumuskan hukum suatu masalah yang dihadapi di samping merujuk kepada dalil syara’, juga selalu memperhatikan situasi dan kondisi di tempat mujahid itu berada sehingga semua hukum hasil ijtihadnya itu dapat diikuti dan diamalkan oleh para pengikutnya sesuai dengan waktu dan tempat berlakunya.
Hasil ijtihad para imam mazhab itu setelah melalui penyempurnan di tangan murid-muridnya, disusun secara sitematis sehingga mengasilkan kitab-kitab fiqh mazhab. Ketentuan hukum dalam kitab-kitab fiqh itulah yang diikuti para pengikutnya sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari dan jadi rujukan para hakim dalam menyelesaikan perkara. Kitabkitab fiqh peninggalan imam mazhab ini merupakan salah satu faktor utama bagi kelangsungan dan perkembangan pemikiran mazhab tersebut hingga sekarang.
Ringkasnya, pebedaan pendapat atau timbulnya mazhab itu telah ada dimasa sahabat, terus berkembang hingga masa tabi’in, kemudian meluas sesuai dengan makin berlipat gandanya “Peristiwa Baru” yang bermunculan. Mereka telah berhasil memberikan beragam jawaban terhadap masalah-masalah baru tersebut, malah ulama-ulama masa lampau itu telah melewati peristiwa-peristiwa yang terjadi, sehingga mereka telah sukses dalam menciptakan rumusan fiqh andaian.
B.Manfaat melakukan perbandingan mazhab
Menurut Prof. Dr. Huzemah Tahido Yanggo, MA terdapat beberapa manfaat dalam mempelajari perbandingan mazhab, antara lain:
- Untuk mengetahui pendapat para imam mazhab dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya sehingga orang yang melakukan studi prbandingan mazhab akan mendapat keuntungan ilmu pengetahuan secara sadar dan meyakinkan ajaran agamanya.
- Untuk mengetahui dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang digunakan setiap imam mazhab dalam mengistinbathkan hukum sehingga orang yang melakukan studi tersebut akan menjadi orang yang benar-benar menghormati semua imam mazhab tanpa membedakan yang satu dengan yang lainnya, karena pandangan dan dalil yang dikemukakan masing-masing pada hakikatnya tidak terlepas dari aturan-aturan ijtihad.
- Dengan memperhatikan landasan berfikir para imam mazhab, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab dapat mengetahui bahwa dasar-dasar mereka pada hakikatnya tidak keluar dari Nushush al-Qur’an dan hadis. Sehingga mereka akan memahami bahwa perbuatan dan amalan sehari-hari dari pengikut mazhab lain bukan diatur oleh hukum diluar Islam.
- Dapat mendekatkan berbagai mazhab disatu pihak, sehingga perpecahan umat dapat disatukan kembali, ataupun jurang perbedaan dapat diperkecil sehingga terjalin Ukhuwah Islamiyah yang sejati.
- Dapat mengetahui metode istinbath dan cara penalaran ulama terdahulu dalam menggali hukum syara’ dan dalil-dalilnya yang terperinci.
- Dapat mengetahui berbagai pendapat, baik dalam satu mazhab ataupun dalam mazhab-mazhab lain, baik pendapat itu disepakati maupun diperselisihkan, dan dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan pendapat itu.
- Dapat merumuskan kaidah-kaidah dan dasar-dasar hukum yang diamalkan sesuai dengan hukum Islam dan tidak bertentangan dengan lainnya.
C.Dampak Terhadap Perkembangan Fiqh
Dengan tersebar luasnya seluruh mazhab seiring dengan kejayaan Islam di dunia, berarti tersebar pula syariat Islam ke pelosok negri yang dapat mempermudah umat Islam untuk melaksanakannya.
Setelah munculnya mazhab-mazhab dalam hukum Islam dan hasil ijtihad para imam mazhab yang telah banyak dibukukan, ulama sesudahnya lebih cenderung untuk mencari dan menetapkan produk-produk ijtihadiyah para mujtahid sebelumnya, meskipun mungkin sebagian dari hasil ijtihad mereka sudah kurang ataupun tidak sesuai lagi dengan kondisi yang dihadapi sekarang. Lebih dari itu, sikap toleransi bermazhab pun semakin menipis dikalangan sesama pengikut-pengikut mazhab fiqh yang ada, bahkan sering sekali timbul persaingan dan permusuhan sebagai akibat dari fanatisme mazhab yang berlebihan. Kemudian berkembang pandangan bahwa mujtahid hanya boleh melakukan penafsiran kembali terhadap hukum-hukum fiqh dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh imam-imam mazhab yang dianutnya. Hal ini mengakibatkan kemunduran fiqh Islam.
Kemunduran fiqh Islam yang berlangsung sejak pertengahan abad ke-4 sampai akhir abad ke-13 H yang dikenal dengan “Periode Taqlid” dan “Penutupan Pintu Ijtihad”. Disebut demikian karena sikap dan paham yang mengikuti pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap sebagai tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat.
Pada akhir abad ke-13 H baru mulai timbul pemikiran baru seperti Rasyid Ridha dan Muh. Abduh yang menyerukan kepada kebebasan berfikir.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, MA. Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: Logos, 2003, cet. III
Dr. H. Muslim Ibrahim, MA. Pengantar Fiqh Muqaaran, Jakarta : Erlangga, 1991, cet. II
Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh Jilid II. Jakarta: Logos, 2005, cet III
3 comments:
artikelnya bgus,,,izin coppas
sangat manfaat sekali terimakasih sudah berbagi......
Izin copas
Post a Comment